Kemenag Buka Peluang Peneliti PTKI Lakukan Riset Kolaboratif dengan Monash University

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta -Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) terus membangun kerjasama dengan sejumlah perguruan tunggi di luar negeri. Kali ini, Kemenag bekerjasama denagn Monash University Australia. 

“Kerjasama ini terkait dengan riset kolaboratif. Monash University menyambut baik dan menunggu korespondensi riset dan kehadiran para peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Australia,” ujar Direktur Diktis Arskal Salim, di Jakarta, Kamis (20/06). 

Riset kolaboratif ini menurut Arskal akan memiliki dampak strategis bagi peningkatan kualitas riset dan pengalaman peneliti itu sendiri. Kini, Direktur yang juga guru besar UIN Jakarta itu mengaku telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh pimpinan PTKI. “Kami mendorong para dosen PTKI melakukan riset kolaboratif dengan Monash University sebagaimana tercantum dalam surat nomor B-1831.1/DJ.I/Dt.I.III/PP.04/06/2019 tertanggal 18 Juni 2019,” tutur Arskal. 

Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Suwendi menyatakan bahwa Monash University menawarkan riset kolaborasi pada sejumlah bidang strategis. Pihak AIC (Australia-Indonesia Center) yang berada di Monash University menawarkan riset di bidang internasionalisasi perguruan tinggi, model-model riset kolaboratif internasional, kurikulum dan kesempatan kerja lulusan perguruan tinggi. 

“Selain itu, riset tentang membangun perdamaian di akar rumput masyarakat Indonesia ditawarkan secara serius. Bahkan, riset di bidang kajian keislaman yang terkait dengan ritual, gender, teologi, syariah, turats, dan lain-lain sangat terbuka dilakukan,” tutur Suwendi. 

Secara teknis, menurut Suwendi, baik para penerima bantuan yang telah ditetapkan melalui alokasi anggaran tahun 2019 maupun para dosen yang akan mengusulkan riset di tahun 2020, kiranya dapat memanfaatkan peluang riset kolaborasi tersebut. Di antara luaran riset kolaborasi ini adalah terpublikasinya riset baik melalui jurnal maupun buku. 

“Dalam hal pembiayaan, kami menyepakati bahwa masing-masing pihak bertanggung jawab atas pembiayaan yang melekat pada peneliti yang bersangkutan,” kata Suwendi. (p/ab)